Monopoli tanah oleh perusahaan perkebunan dimanapun sangat rentan
terjadi Konflik. Kehadiran PT. Hardaya Itnti Plantations/CCM tahun 1993 juga
telah melahirkan konflik agraria yang berkepanjangan di Kab. Buol antara PT.
HIP dengan masyarakat yang tergabung dalam Forum Tani Buol. Penyelesaian
konflik memasuki babak baru setelah diambil alih oleh pemerintah daerah sejak
tanggal 10 Desember 2012.
Konflik ini seharusnya tidak terjadi jika
Pemerintah, dalam hal ini Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan
Nasional konsisten dalam menjalankan amanah Pasal 33 UUD 1945 dan amanah UU
No.5 Tahun 1960 Pasal 1 (3), Pasal 2 ayat (1), (2), (3), (4), Pasal 5, Pasal 9
ayat (1) dan ayat (2), Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 13 ayat (1) ayat
(2) dan ayat (3), Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 17 ayat (1), (2), (3)
dan ayat (4), dan Pasal 34.
Sebab penerbitan SK Menteri Negara Agraria/
Kepala Badan Pertanahan Nasional melalui SK. Nomor: No: 34/HGU/BPN/98
tertanggal 16 Juni 1998, yang memberikan HGU atas lahan seluas + 22.780
hektar bagi PT. HIP, dengan penerbitan Sertifikat HGU No.1 atas lahan seluas
16.434,388 hektar dan Sertifikat HGU No.2 atas lahan seluas 6.346,478 hektare.
Tidak mengacu ketentuan dan amanat undang-undang sebagaimana diatas.
Berbagai pihak menilai kehadirian PT. HIP
merupakan keuntungan besar bagi masyarakat Buol. tetapi jika kita lebih kritis
melihat masalah ini, tentu pandangan tersebut tidaklah benar sepenuhnya.
Mungkin memang menguntungkan, tetapi pertanyaannya siapa yang paling diuntungkan?
yang dapat dipastikan mendapat keuntungan adalah para pejabat pemerintah yang menggunakan kekuasaannya
untuk bekerjasama dan melindungi kepentingan perusahaan mulai dari kemudahan
perolehan ijin HGU, melindungi perampasan tanah masyarakat dan melindungi
penerapan upah murah serta kondisi kerja yang buruk terhadap buruhnya.
Kehadiran PT. HIP memang telah membuka
lapangan pekerjaan sekitar 4000 orang. Pertanyannya apakah buruh yang bekerja
saat ini hidupnya sejahtera? atau
setidaknya apakah hak-hak buruh sudah diberikan sesuai ketentuan?! tentu
jawabanya adalah TIDAK. Sebab upah yang diterima oleh buruh tidak sebanding
dengan hasil kerja buruh yang menjadikan perusahaan mengeruk pendapatan Rp.
40.000.000.000,-/bulan (empat puluh miliar). Tetapi buruh hanya mendapatkan
upah yang sangat kecil jika dibandingkan dengan pendapatan perusahaan.
Belum lagi sebagian buruh harus membeli alat
kerjanya sendiri yang harganya cukup mahal. Mereka juga harus bekerja dalam
kondisi kerja yang berbahaya, sebab mereka harus bekerja tanpa alat pelindung
diri sehingga hal ini sangat rawan terjadi kecelakaan kerja. Dan jika buruh
ingin melindungi dirinya dengan alat pelindung diri maka buruh harus merogoh
koceknya sendiri. Padahal semua itu adalah tanggung jawab dan kewajiban
perusahaan.
Kehadiran HIP yang membangun plasma juga
tidak serta merta sebagai upaya tanggungjawab melaksanakan amanat peraturan.
Plasma yang ada justeru dibangun dengan sitem yang tidak adil dan transparan.
Sebab petani plasama tidak pernah mengetahui tentang hak-haknya sebagai petani
plasma. Perusahaan, pemerintah maupun pengurus koperasi tidak memberikan
informasi yang jelas apa saja yang
menjadi hak petani plasma. Berapa setiap bulan harus menerima hasil plasmanya?
Bahkan petani plasma tidak mengetahui berapa hasil panen kebun plasmanya?
Kondisi ini menjadikan petani plasma sangat rentan terhadap penipuan dan sangat
merugikan. Bahkan jika dihitung pendapatan sebagai plasma jika dibandingkan
dengan mengolah tanahnya sendiri masih besar dan menguntungkan diolah sendiri.
Bahkan yang mengejutkan adalah hutang plasma
justeru bertambah besar. Padahal setiap bulan petani plasma telah membayar
hutangnya. Dengan demikian praktek plasma saat ini tidak lebih merupakan bentuk
perampasan tanah petani oleh PT. HIP, sebab tanah yang dikuasi oleh PT. HIP
melalui plasma justeru tidak memberikan kesejahteraan bagi kaum tani dan hanya
menguntungkan perusahaan.
Praktek Pembagian bibit untuk plasma mandiri
secara geratis maupun membayar kepada PT HIP yang saat ini gencar dilakukan
kemasyarakat perlu dikaji dengan kritis dan dipertimbangkan dengan matang.
Sebagian orang pasti menilai bahwa perusahaan membantu masyarakat dengan
pengadaan bibit sawit. Tetapi dibalik
itu semua perusahan memiliki kepentingan yang terselubung untuk meluaskan
pekebunan kelapa sawitnya diluar areal HGU. Dengan kata lain adalah melakukan
perampsan tanah dengan halus. Sebab mereka tidak memiliki perjanjian apapun,
dan dampak kedepan adalah perusahaan akan dengan sesuka hatinya untuk membeli
atau tidak membeli hasil panen petani. Dan hal ini kedepan akan mengakibatkan
petani tidak memiliki kemerdekaan atas tanahnya sendiri sebab secara tidak
langsung tanah tersebut telah dikontrol oleh perusahaan dan harus menjual
dengan harga sesuai keinginan perusahaan, sebab petani tidak akan memiliki
pilihan lain untuk menjualnya terlebih mengolahnya sendiri.
Kehadiran HIP juga telah mengusir masyarakat
sejak tahun 1993 dari tanah dan kehidupannya., saat ini setelah operasionalnya
perusahaan setidaknya telah mengakibatkan meningkatnya bencana banjir dan
kerusakan lingkungan, tanah-tanah di aliran sungai dari hulu Perusahaan tidak
lagi dapat diolah karena menurunnya kwalitas tanah akibat limbah dan genangan
banjir. Selain itu kendaraan perusahaan telah mempercepat hancurnya fasilitas
jalan dan hanya memberikan debu di saat panas dan dan banjir diwaktu hujan.
Disisi lain Kewajiban dan tanggung jawab
sosial/(CSR) perusahaan sebagai mana ketentuan UU persoroan terbatas bahwa
perusahaan berkewajiban mengeluarkan 2,5% dari pendapatnya untuk membantu
masyarakat sekitar juga tidak dijalankan. kalaupun dikeluarkan apakah besarnya
sesuai dengan ketentuan dan kemana uang tersebut ? Tetapi sejak meningkatnya
perlawanan yang di lakukan Oleh FTB, saat ini perusahaan gencar untuk
memberikan program-program bantuan kepada masyarakat sekitar. Pertanyaannya
mengapa kewajiban itu baru dijalankan saat ini?
Yang pasti adalah kebijakan dan bantuan-bantuan yang dilakukan oleh
perusahaan tidak lain dan tidak bukan untuk membangun citra baik dan menarik
simpati masyarakat agar tidak mendukung perjuangan masyarakat yang tergabung
dalam FTB.
Sedangkan konflik yang terjadi saat ini telah
di tangani oleh pemerintah daerah sudah masuk bulan kedua dan telah melebihi
batas waktu yang dijanjikan oleh Bupati. Proses penyelesaiannya sendiri tidak
menjunjukan keberpihakan kepada masyarakat dan semakin tidak jelas upaya
penyelesaiaannya. Padahal penyelesaian konflik ini bisa sangat mudah dilakukan
oleh pemerintah jika Bupati berkehendak dan memiliki kemauan dan keberpihakan
kepada masyarakat. Pemerintah daerah hanya perlu memaksa peruhasaan untuk
menjalankan kesepakatan yang telah dibuat kedua belah pihak. Bahkan jika
pemerintah daerah memiliki keberanian maka peninjauan HGU PT. Hardaya Inti
Plantations sangat mungkin dilakukan, sebab perolehan GHU perusahaan terdapat
kecacatan.
Ketakutan hengkangnya perusahaan dari
kabupaten Buol akan menyebabkan buruh kehilangan pekerjaan adalah ketakutan
yang sangat tidak mendasar dan tidak rasional. Mungkinkah PT. HIP akan meninggalkan keuntungannya di Buol hingga Rp. 40 M ?! Kalaupun itu harus terjadi maka dijamin Buruh akan tetap mendapat
pekerjaan bahkan jauh akan lebih sejahtera meskipun PT. HIP pergi dari kab.
Buol. tetapi dengan syarat pemerintah daerah bersedia untuk membagikan tanah
tersebut masing/masing 2 ha kepada setiap KK sebagaimana kebijakan pemerintah tentang
reforma agraria dan akan menyerap tenagakerja dan menghidupi lebih dari 10.000
KK.
Justeru yang harus ditakuti adalah jika
semakin banyak perusahaan datang ke kab. Buol seperti PT HIP adalah sebagai
ancaman atas kelangsungan kehidupan masyarakat Buol secara keseluruhan. Sebab
semakin banyak perusahaan datang maka semakin besar monopoli atas tanah akan
dilakukan oleh perusahaan. Saat ini saja + 404.000 ha tanah Buol, sudah
tidak kurang dari 124.000 ha yang telah dikuasai oleh 5 perusahaan perkebunan
dan 2 perusahaan pertambangan. Yang perlu di ingat dari seluruh luasan tanah
buol tidak kurang dari 258.000 ha adalah kawasan hutan. Lalu pertanyaannya saat
ini penduduk Kab. Buol yang telah mencapai 129.000 jiwa belum dengan
pertumbuhan penduduk kedepan akan hidup dan tinggal dimana? Sebab tanah tidak
pernah bertambah tetapi manusia dari hari kehari justru makin bertambah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar